8:25 PM


Perang Falklands (Falklands War)

Pendahuluan
Falklan Island


    Kepulauan Falkland adalah sebuah wilayah luar negeri Britania Raya Samudra Atlantik Selatan yang terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat, serta beberapa pulau kecil. Ibu kotanya, Stanley, terletak di Falkland Timur. Kedaulatan kepulauan ini dipertentangkan oleh Argentina yang menamakannya Islas Malvinas dalam bahasa Spanyol. Nama itu diambil dari bahasa Perancis Iles Malouines yang berasal mula ketika nelayan dari St Malo menduduki Falkland pada masa yang singkat. Kepulauan Falkland digolongkan oleh Komite Dekolonisasi PBB sebagai salah satu dari 16 Wilayah Jajahan di dunia. Kepulauan Falkland terletak 483 km dari daratan Amerika Selatan. Dia terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat , dan sekitar 700 pulau-pulau kecil. Luas wilayah daratan sebesar 12.173 km² dengan panjang garis pantai ±1.288 km.
    Pada abad ke-18, Louis de Bougainville asal Perancis mendirikan pangkalan angkatan laut di Port Louis, Falkland Timur pada 1764. John Byron asal Britania, yang mengabaikan kehadiran Perancis, juga mendirikan pangkalan di Port Egmont, Falkland Barat pada 1765. Pada 1766, Perancis menjual pangkalannya ke Spanyol. Spanyol kemudian menyatakan perang terhadap Britania Raya pada 1770 untuk memperebutkan seluruh wilayah kepulauan. Perselisihan tersebut berhasil diselesaikan setahun kemudian, dengan Spanyol menguasai Falkland Timur dan Britania Raya menguasai Falkland Barat. Semasa penyerbuan Britania di Rio de la Plata, Britania mencoba untuk merebut Buenos Aires pada 1806 dan 1807, namun gagal.
    Masalah ini sebenarnya belum terselesaikan hingga abad ke-19. Untuk merebut Falkland, Argentina mendirikan koloni hukum pada 1820, dan pada 1829 melantik Luis Vernet sebagai gubernur. Britania Raya kembali merebut kepulauan itu pada 1833, namun Argentina tidak mau melepas klaimnya. Sejumlah ketegangan menyebabkan Argentina menyerbunya pada 1982. Namun Britania Raya kembali berhasil merebutnya. Tidak ada orang pribumi yang tinggal di Falkland ketika bangsa Eropa datang, walaupun ada beberapa bukti yang diperdebatkan mengenai kedatangan manusia sebelumnya. Namun, bukti otentik dan fakta nya tidak kredibel.
    Kemerdekaan yang diraih provinsi-provinsi jajahan Spanyol di Amerika Latin pada 1816, ternyata berbuntut panjang. Argentina, sebagai negara yang baru terbentuk, selanjutnya giat mengumpulkan pulau-pulau bekas jajahan Spanyol yang dianggap layak masuk ke wilayah kedaulatannya. Di antaranya adalah Las Malvinas yang juga diklaim milik Inggris. Pertikaian demi pertikaian pun meletus dan mencapai puncaknya pada April 1982 (perang Falkland/Malvinas).


Awal mula perang
    
Perang Kepulauan Falkland atau Malvinas adalah rangkaian pertempuran laut yang paling besar dan panjang sejak perang Pasifik di masa Perang Dunia II. Perang yang disebut Operasi BERSAMA oleh Inggris, berlangsung selama lima bulan, dan melibatkan operasi-operasi amfibi yang terpenting sejak pendaratan Incheon pada 1950, saluran pipa logistik sepanjang lebih dari 10.000 km, dan daerah pertempuran musim dingin yang jauhnya 5.300 km. dari pangkalan bersahabat terdekat dekat Pulau Ascension.


    Klaim Argentina atas Kep. Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai "warisan" kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, dan telah selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.
Pada 19 Maret
1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Esok harinya, kapal HMS Endurance dikirim dari Stanley dengan setengah dari pengawal Falklands di dalamnya - 22 Marinir Kerajaan dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal rongsokan itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat. Pada 26 Maret, 100 pasukan Argentina tiba lewat laut, konon untuk menyelamatkan kapal-kapal mereka. Pasukan Inggris yang kalah besar jumlahnya mengamati pasukan Argentina hingga 3 April, ketika Marinir Kerajaan di Georgia Selatan menyerah setelah jatuhnya Stanley.

Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.
Jalanya perang
Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasokan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan. Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan.



"HMS Conqueror Salah satu kapal selam keraaan inggris dari jenis churcill class"

Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.
Gugus tugas AL Kerajaan tiba di timur Falkland pada 1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas AL Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.

Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kapal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW ("anti-air warfare" - peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, AL Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom. Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. AL Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.
Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur.          Rudal exocet buatan prancis
Perbandingan Kekuatan
  1. Kekuatan Militer Argentina
  • Kekuatan Angkatan Darat Argentina 130.000 personil dan 90.000 wajib militer;
  • Angkatan Laut 36.000 personil (wajib militer 18.000)bersama 185 Tank
  • Angkatan Udaranya 19.500 personil dengan 10.000 wajib militer
  • 4 kapal selam, 1 kapal induk, 1 kapal penjelajah
  • 9 kapal perusak, 6 penyapu ranjau , 10 kapal patroli
  • 11 pesawat tempur serta 19 helikopter
  • 9 pembom ,dan 145 pesawat tempur
    Korban
    649 tewas
    1.068 terluka
    11.313 tertangka
  1. Kekuatan Militer Inggris
  • Angkatan darat 176.248 personil 1414 tank
  • Angkatan laut 74.687 personil dengan 32 kapal selam
  • Angkatan udara 92.701 personil dengan 132 pembom berat dan 325 pesawat tempur
  • 2 kapal induk, 14 perusak, 46 fregat, 38 penyapu ranjau, 25 kapal patroli
  • 20 pesawat tempur serta 90 helikopter
  • Jarak Inggris dan Falkland adalah 11.365 km
    Korban
    258 tewas[1]
    777 terluka
    59 tertangkap

Akhir Peperangan

Selain kurangnya kesatuan di antara bangsa Argentina, juga terdapat jarak sosial yang lebar antara perwira, perwira administratif dan para wajib militer (wamil). Para wamil berdinas satu tahun atau kurang di ketentaraan. Ketika perang meletus, "sebagian besar angkatan 1962 (tahun lahir mereka) sudah dikirim pulang, sementara angkatan 1963 belum … mendapatkan pendidikan dasar sekalipun." Lebih jauh, kebanyakan dari wamil yang tidak terlatih berasal dari provinsi-provinsi utara yang beriklim tropis dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi "kondisi-kondisi mengerikan dan musuh yang terlatih baik serta lengkap persenjataannya."
Marinir Kerajaan secara rutin berlatih di rawa-rawa Dartmouth Moors dan telah menyelesaikan manuver-manuver tahunan di lingkungan kutub di Norwegia pada April 1982. Pasukan komandonya berlatih di dataran-dataran dingin di Salisbury dan baru saja kembali bertugas di Irlandia Utara. Salah seorang pasukan komando berkata, "Saya mulai dengan kelas yang terdiri dari 83 orang dan hanya 11 dari kami yang selesai. Kami tahu bahwa kami adalah pasukan terbaik di dunia ketika selesai dengan latihan itu." Yang lainnya mengatakan, "Saya tidak pernah dapat mengerti mengapa kami berlatih selokan dan lumpur di Salisbury sementara kami sebetulnya akan berperang di Eropa Utara. Kemudian kami dikirim ke Falkland, dan saya berkata kepada teman saya, 'Setan! Tempat ini sungguh seperti rumah sendiri.'" Tradisi adalah tali pengikat yang kuat. Seorang komando Marinir Kerajaan mengatakan kepada 45 pasukan komandonya, "Kita berbaris dari Normandia ke Berlin. Sudah pasti kita sanggup berbaris 120 km. ke Stanley." Seorang tentara berkata: "Saya pasti akan dikutuki bila saya mengecewakan teman-teman yang bertempur di Arnhem." Ini adalah kata-kata dari pasukan professional yang bangga, terlatih keras dan penuh percaya diri.
Kontrasnya sangat jelas, dan kedua belah pihak paham benar. Seorang tentara Argentina berkata: "Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa. Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – perang adalah bisnis mereka.

 

Kesimpulan
Perang Falkland atau Malvinas membangkitkan sejumlah pemikiran mengenai sebab-sebab konflik antar bangsa. Perang ini pun menantang sejumlah asumsi tentang konflik yang telah menjadi aksioma di antara kaum profesional dalam politik. Asumsi aksiomatik pertama yang ditantang oleh Perang Malvinas/Falkand adalah pendapat bahwa negara-negara "yang lebih lemah" biasanya tidak akan menyerang "yang lebih kuat", khususnya negara-negara nuklir. Yang kedua menantang asumsi bahwa para pemimpin melakukan perang untuk mengalihkan perhatian warganya dari masalah-masalah dalam negeri. Perang Malvinas/Falkland juga menunjukkan potensi berbahaya ketika pemimpin keliru memperkirakan kepentingan lawan, bahaya kekeliruan persepsi dari watak seorang kepala pemerintahan, dan pentingnya perspektif-perspektif budaya dan sejarah.
Siapa yang akan mengira bahwa Argentina, sebuah negara yang terisolir akan pergi berperang melawan pelanggan terbesarnya dalam ekspor hasil pertanian – Inggris? Siapa yang akan menyangka bahwa negara ini, yang dalam sejarahnya tidak pernah sungguh-sungguh berperang sejak abad ke-19, akan menantang sebuah negara yang memiliki kemampuan nuklir? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris, sebuah anggota Dewan Keamanan PBB dan NATO, akan berperang gara-gara setumpukan batu karang terasing yang dihuni oleh segelintir gembala di Samudera Atlantik Selatan? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa Imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?
Masalah-masalah ekonomi yang serius, kekalahan oleh Inggris pada tahun 1982 setelah usaha yang gagal untuk merebut Kep. Falkland/Malvinas, kemuakan publik terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang parah, dan tuduhan-tuduhan yang meningkat telah bersama-sama mendiskreditkan dan memperlemah rezim militer Argentina. Hal ini mendorong transisi bertahap dan membawa negara itu kepada pemerintahan yang demokratis. Dengan tekanan publik, junta militer Argentina akhirnya menghapuskan larangan-larangan terhadap partai-partai politik dan memulihkan kebebasan-kebebasan politik yang mendasar. Argentina berhasil kembali kepada demokrasi dengan damai.
    Argentina memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Inggris. Pada September
1995, Argentina dan Inggris menandatangani suatu perjanjian untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Barat Daya, dan menghapuskan masalah yang potensial sulit serta membuka jalan untuk kerja sama lebih jauh antara kedua negara. Pada tahun 1998, Presiden Menem mengunjungi Inggris dalam kunjungan resmi pertama oleh seorang presiden Argentina sejak tahun 1960-an.


 

Kembali Memanas
    Pada tahun 2003 (19 tahun setelah perang Falkland), Argentina kembali mempermasalahkan keabsahan pulau Malvinas adalah milik Inggris. Argentina (walaupun telah kalah dalam perang), tetap ngotot ingin menjadikan pulau tersebut adalah milik kedaulatan negaranya. Klaim Argentina terhadap Kepulauan Malvinas yang menyebabkan perang dengan Inggris tetap merupakan prioritas kebijaksanaan yang tinggi bagi Argentina, kata Menteri Luar Negeri Argentina, Rafael Bielsa.
    Berbicara kepada Komite Dekolonisasi PBB, Bielsa mengatakan, pemerintah Inggris harus berhenti bersembunyi di belakang perang tahun 1982 itu untuk menghindari perundingan mengenai isu kedaulatan pulau tersebut. Inggris menyebut kepulauan itu sebagai Kepulauan Falklands dan berhasil mempertahankannya lewat perang tahun 1982 yang dimenangkannya. Merebut kembali kedaulatan kepulauan itu merupakan "tujuan tak bisa disisihkan bagi rakyat Argentina," kata Bielsa dalam persidangan yang khusus disediakan bagi gugusan pulau Atlantik Selatan.
    Bielsa menyampaikan kasus tersebut untuk dibahas PBB menyangkut isu-isu kedaulatan tiga pekan setelah kursi kepresidenan diisi oleh Nestor Kirchner, yang lama menjadi gubernur Provinsi Santa Cruz, Argentina selatan. Sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris, provinsi itu memiliki hubungan erat dengan Malvinas melalui perikanan dan perdagangan. Malvinas terletak sekitar 550 km lepas pantai Argentina, mulai dikuasai Inggris pada tahun 1833.
    Perang Malvinas dilancarkan pemerintahan militer Argentina, guna menghimpun kembali kekuatannya. Bielsa mengatakan, pemerintahnya tidak bisa menerima alasan Inggris yang berpegangan pada perseteruan London dengan pemerintahan militer Argentina waktu itu, untuk menghindari perundingan menyangkut isu kedaulatan Malvinas. Ketika perang, PM Margareth Thatcher dibantu secara politis oleh Presiden AS, Ronald Reagan. Komite Dekolonisasi PBB diharapkan akan menyetujui sebuah rancangan resolusi menyangkut perseteruan tersebut yang meminta dimulainya kembali perundingan-perundingan yang akan menyelesaikan persengketaan secara damai.
    Pasca perang yang dimenangi Inggris, PM Tony Blair adalah PM Inggris pertama yang mengunjungi Argentina sejak perang. Negara-negara Amerika Latin, termasuk anggota komite Bolivia, Venezuela dan Kuba, teguh di belakang tuntutan Argentina tersebut. Pekan lalu, Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengeluarkan pernyataan solidaritasnya dengan Argentina dalam hal tuntutan terhadap Malvinas. OAS menyerukan kepada Inggris dan Argentina untuk membuka kembali perundingan menyangkut persoalan itu sesegara mungkin.
    Pada tahun 2007, pemerintah Buenos Aires kembali mengklaim bahwa kepulauan di Atlantik Selatan itu bagian dari kedaulatannya. Menlu Argentina Jorge Taiana menegaskan, pemerintahnya ingin merebut kembali Malvinas yang disebutnya telah diserobot oleh Inggris. Ambisi Argentina untuk mengklaim kepemilikan Malvinas memanaskan hubungan negara Amerika Selatan itu dengan Inggris. Karena 26 tahun lalu, kedua negara mengobarkan perang selama 74 hari dengan kemenangan di pihak Inggris.
    Pada saat itu juga, Jorge Taiana menyatakan bahwa Inggris telah berikap arogan dengan mengadakan parade kemenangan militer untuk memperingati perang tersebut. "Apa yang mereka ingin lakukan bukanlah apa (PM Tony Blair) sebut satu peringatan, tapi satu parade kemenangan militer, satu sikap arogan," katanya.
    Argentina secara sepihak membatalkan perjanjian bilateral eksplorasi minyak dengan Inggris dan mengumumkan sanksi-sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksplorasi di daerah yang disengketakan itu. Tidak ada lagi yang mempersatukan rakyat Argentina seperti ysng terjadi pada perang Falkland. Pada tahun 1982, Argentina dikuasai rejim militer sayap kanan, yang menyerang kepulauan itu untuk mengalihkan perhatian dari ekonomi yang merosot dan pelanggaran hak asasi manusia.
    Dekolonialisasi Majelis Umum PBB (MU PBB) menuduh Inggris sengaja menghambat proses dialog secara terbuka untuk menentukan status Malvinas. Seperti diketahui, perang Malvinas berakhir pada 14 Juni 1982 setelah pasukan Argentina ditarik mundur namun Argentina tidak pernah secara resmi melepas kepulauan itu kepada Inggris. "Kengototan Inggris selama ini menghalangi dimulainya proses dialog yang terbuka dan jujur antara kedua negara. Argentina beberapa kali menawarkan untuk membuka negosiasi, namun Inggris menolaknya," tegas Jorge. Perselisihan mengenai Malvinas itu sudah yang ke sekian kalinya membuka 'perang' kedua negara di PBB, bahkan Presiden Argentina Nestor Kirchner pekan lalu menegaskan Kepulauan Malvinas adalah milik mereka dan harus kembali menajdi milik Argentina.
    Meski tidak menegaskan apakah upaya merebut Malvinas akan dilakukan dengan upaya terakhir (perang), Kirchner masih mengatakan pihaknya masih menempuh cara damai. "Perang itu merupakan kemenangan penjajah, karena itu Argentina masih memiliki legitimasi atas wilayah Malvinas. Saya mengatakan kepada Margareth Thatcher (PM Inggris waktu itu) bahwa Inggris memenangkan perang (1982) karena ia memiliki kekuatan besar. Namun ia tidak pernah mengalahkan Argentina dengan kekuatan akal atau keadilan," katanya. Sementara Jorge menjelaskan bahwa Argentina berkeras menyelesaikan perselisihan mengenai kepemilikan Malvinas karena klaim Inggris di sana sangat mengganggu perjanjian mengenai batas teritorial, isu keamanan perairan dan hak pencarian ikan.

    Secara bersamaan, MU PBB mendesak Argentina dan Inggris memantapkan proses dialog dan kerjasama melalui upaya negosiasi guna menemukan solusi damai secepatnya. Dalam resolusi yang disponsori Bolovia, Chile, Kuba dan Venezuela, MU PBB juga mendesak agar pembicaraan Argentina dan Inggris melibatkan semua aspek. Namun mewakili penduduk Inggris di Malvinas, atau Falklands, Richard Davies yang juga anggota Dewan Legislatif  Falklands, justru menanggapi dingin imbauan MU PBB dan tuntutan Argentina itu.
    Penduduk pulau itu menolak keras upaya negosiasi, pemimpin Argentina sengaja mengaitkan pulau itu sebagai bagian dari wilayah di abad pertengahan guna mengalihkan perhatian orang atas kegagalan di dalam negeri," kata Davies. Falklands tidak berminat menjadi bagian dari negara Argentina. Setelah 25 tahun, kami tetap meghormati pengorbanan para tentara Inggris yang membebaskan kami,".

 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gallery

 

  1. British Vessel


 


 

 


 

         Destroyer Sheffield after it was hit by the Exocet missle


 


 


 


 


 


 




 


 


 


 


 

             HMS Invicible After Falkland war victory

 


 


 

  1. Sea Harrier

Type of sea Harrier on the falkland war

Harrier Inggris Jatuh Tertembak SAM
  1. Argentina airforce

     


Mirage Argentina
Perang Falklands (Falklands War)
Pendahuluan
Falklan Island

    Kepulauan Falkland adalah sebuah wilayah luar negeri Britania Raya Samudra Atlantik Selatan yang terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat, serta beberapa pulau kecil. Ibu kotanya, Stanley, terletak di Falkland Timur. Kedaulatan kepulauan ini dipertentangkan oleh Argentina yang menamakannya Islas Malvinas dalam bahasa Spanyol. Nama itu diambil dari bahasa Perancis Iles Malouines yang berasal mula ketika nelayan dari St Malo menduduki Falkland pada masa yang singkat. Kepulauan Falkland digolongkan oleh Komite Dekolonisasi PBB sebagai salah satu dari 16 Wilayah Jajahan di dunia. Kepulauan Falkland terletak 483 km dari daratan Amerika Selatan. Dia terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat , dan sekitar 700 pulau-pulau kecil. Luas wilayah daratan sebesar 12.173 km² dengan panjang garis pantai ±1.288 km.


    Pada abad ke-18, Louis de Bougainville asal Perancis mendirikan pangkalan angkatan laut di Port Louis, Falkland Timur pada 1764. John Byron asal Britania, yang mengabaikan kehadiran Perancis, juga mendirikan pangkalan di Port Egmont, Falkland Barat pada 1765. Pada 1766, Perancis menjual pangkalannya ke Spanyol. Spanyol kemudian menyatakan perang terhadap Britania Raya pada 1770 untuk memperebutkan seluruh wilayah kepulauan. Perselisihan tersebut berhasil diselesaikan setahun kemudian, dengan Spanyol menguasai Falkland Timur dan Britania Raya menguasai Falkland Barat. Semasa penyerbuan Britania di Rio de la Plata, Britania mencoba untuk merebut Buenos Aires pada 1806 dan 1807, namun gagal.
    Masalah ini sebenarnya belum terselesaikan hingga abad ke-19. Untuk merebut Falkland, Argentina mendirikan koloni hukum pada 1820, dan pada 1829 melantik Luis Vernet sebagai gubernur. Britania Raya kembali merebut kepulauan itu pada 1833, namun Argentina tidak mau melepas klaimnya. Sejumlah ketegangan menyebabkan Argentina menyerbunya pada 1982. Namun Britania Raya kembali berhasil merebutnya. Tidak ada orang pribumi yang tinggal di Falkland ketika bangsa Eropa datang, walaupun ada beberapa bukti yang diperdebatkan mengenai kedatangan manusia sebelumnya. Namun, bukti otentik dan fakta nya tidak kredibel.
    Kemerdekaan yang diraih provinsi-provinsi jajahan Spanyol di Amerika Latin pada 1816, ternyata berbuntut panjang. Argentina, sebagai negara yang baru terbentuk, selanjutnya giat mengumpulkan pulau-pulau bekas jajahan Spanyol yang dianggap layak masuk ke wilayah kedaulatannya. Di antaranya adalah Las Malvinas yang juga diklaim milik Inggris. Pertikaian demi pertikaian pun meletus dan mencapai puncaknya pada April 1982 (perang Falkland/Malvinas).
Awal mula perang
    
Perang Kepulauan Falkland atau Malvinas adalah rangkaian pertempuran laut yang paling besar dan panjang sejak perang Pasifik di masa Perang Dunia II. Perang yang disebut Operasi BERSAMA oleh Inggris, berlangsung selama lima bulan, dan melibatkan operasi-operasi amfibi yang terpenting sejak pendaratan Incheon pada 1950, saluran pipa logistik sepanjang lebih dari 10.000 km, dan daerah pertempuran musim dingin yang jauhnya 5.300 km. dari pangkalan bersahabat terdekat dekat Pulau Ascension.


    Klaim Argentina atas Kep. Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai "warisan" kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, dan telah selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.
Pada 19 Maret
1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Esok harinya, kapal HMS Endurance dikirim dari Stanley dengan setengah dari pengawal Falklands di dalamnya - 22 Marinir Kerajaan dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal rongsokan itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat. Pada 26 Maret, 100 pasukan Argentina tiba lewat laut, konon untuk menyelamatkan kapal-kapal mereka. Pasukan Inggris yang kalah besar jumlahnya mengamati pasukan Argentina hingga 3 April, ketika Marinir Kerajaan di Georgia Selatan menyerah setelah jatuhnya Stanley.

Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.
Jalanya perang
Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasokan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan. Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan.



 


 

 

 

 

HMS Conqueror Salah satu kapal selam keraaan inggris dari jenis churcill class
Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.
Gugus tugas AL Kerajaan tiba di timur Falkland pada 1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas AL Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.

 

Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kapal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW ("anti-air warfare" - peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, AL Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom. Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. AL Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.
Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur.          Rudal exocet buatan prancis
Perbandingan Kekuatan
  1. Kekuatan Militer Argentina
  • Kekuatan Angkatan Darat Argentina 130.000 personil dan 90.000 wajib militer;
  • Angkatan Laut 36.000 personil (wajib militer 18.000)bersama 185 Tank
  • Angkatan Udaranya 19.500 personil dengan 10.000 wajib militer
  • 4 kapal selam, 1 kapal induk, 1 kapal penjelajah
  • 9 kapal perusak, 6 penyapu ranjau , 10 kapal patroli
  • 11 pesawat tempur serta 19 helikopter
  • 9 pembom ,dan 145 pesawat tempur
    Korban
    649 tewas
    1.068 terluka
    11.313 tertangka
  1. Kekuatan Militer Inggris
  • Angkatan darat 176.248 personil 1414 tank
  • Angkatan laut 74.687 personil dengan 32 kapal selam
  • Angkatan udara 92.701 personil dengan 132 pembom berat dan 325 pesawat tempur
  • 2 kapal induk, 14 perusak, 46 fregat, 38 penyapu ranjau, 25 kapal patroli
  • 20 pesawat tempur serta 90 helikopter
  • Jarak Inggris dan Falkland adalah 11.365 km
    Korban
    258 tewas[1]
    777 terluka
    59 tertangkap

     

     
Akhir Peperangan

Selain kurangnya kesatuan di antara bangsa Argentina, juga terdapat jarak sosial yang lebar antara perwira, perwira administratif dan para wajib militer (wamil). Para wamil berdinas satu tahun atau kurang di ketentaraan. Ketika perang meletus, "sebagian besar angkatan 1962 (tahun lahir mereka) sudah dikirim pulang, sementara angkatan 1963 belum … mendapatkan pendidikan dasar sekalipun." Lebih jauh, kebanyakan dari wamil yang tidak terlatih berasal dari provinsi-provinsi utara yang beriklim tropis dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi "kondisi-kondisi mengerikan dan musuh yang terlatih baik serta lengkap persenjataannya."
Marinir Kerajaan secara rutin berlatih di rawa-rawa Dartmouth Moors dan telah menyelesaikan manuver-manuver tahunan di lingkungan kutub di Norwegia pada April 1982. Pasukan komandonya berlatih di dataran-dataran dingin di Salisbury dan baru saja kembali bertugas di Irlandia Utara. Salah seorang pasukan komando berkata, "Saya mulai dengan kelas yang terdiri dari 83 orang dan hanya 11 dari kami yang selesai. Kami tahu bahwa kami adalah pasukan terbaik di dunia ketika selesai dengan latihan itu." Yang lainnya mengatakan, "Saya tidak pernah dapat mengerti mengapa kami berlatih selokan dan lumpur di Salisbury sementara kami sebetulnya akan berperang di Eropa Utara. Kemudian kami dikirim ke Falkland, dan saya berkata kepada teman saya, 'Setan! Tempat ini sungguh seperti rumah sendiri.'" Tradisi adalah tali pengikat yang kuat. Seorang komando Marinir Kerajaan mengatakan kepada 45 pasukan komandonya, "Kita berbaris dari Normandia ke Berlin. Sudah pasti kita sanggup berbaris 120 km. ke Stanley." Seorang tentara berkata: "Saya pasti akan dikutuki bila saya mengecewakan teman-teman yang bertempur di Arnhem." Ini adalah kata-kata dari pasukan professional yang bangga, terlatih keras dan penuh percaya diri.
Kontrasnya sangat jelas, dan kedua belah pihak paham benar. Seorang tentara Argentina berkata: "Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa. Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – perang adalah bisnis mereka.

 

Kesimpulan
Perang Falkland atau Malvinas membangkitkan sejumlah pemikiran mengenai sebab-sebab konflik antar bangsa. Perang ini pun menantang sejumlah asumsi tentang konflik yang telah menjadi aksioma di antara kaum profesional dalam politik. Asumsi aksiomatik pertama yang ditantang oleh Perang Malvinas/Falkand adalah pendapat bahwa negara-negara "yang lebih lemah" biasanya tidak akan menyerang "yang lebih kuat", khususnya negara-negara nuklir. Yang kedua menantang asumsi bahwa para pemimpin melakukan perang untuk mengalihkan perhatian warganya dari masalah-masalah dalam negeri. Perang Malvinas/Falkland juga menunjukkan potensi berbahaya ketika pemimpin keliru memperkirakan kepentingan lawan, bahaya kekeliruan persepsi dari watak seorang kepala pemerintahan, dan pentingnya perspektif-perspektif budaya dan sejarah.
Siapa yang akan mengira bahwa Argentina, sebuah negara yang terisolir akan pergi berperang melawan pelanggan terbesarnya dalam ekspor hasil pertanian – Inggris? Siapa yang akan menyangka bahwa negara ini, yang dalam sejarahnya tidak pernah sungguh-sungguh berperang sejak abad ke-19, akan menantang sebuah negara yang memiliki kemampuan nuklir? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris, sebuah anggota Dewan Keamanan PBB dan NATO, akan berperang gara-gara setumpukan batu karang terasing yang dihuni oleh segelintir gembala di Samudera Atlantik Selatan? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa Imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?
Masalah-masalah ekonomi yang serius, kekalahan oleh Inggris pada tahun 1982 setelah usaha yang gagal untuk merebut Kep. Falkland/Malvinas, kemuakan publik terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang parah, dan tuduhan-tuduhan yang meningkat telah bersama-sama mendiskreditkan dan memperlemah rezim militer Argentina. Hal ini mendorong transisi bertahap dan membawa negara itu kepada pemerintahan yang demokratis. Dengan tekanan publik, junta militer Argentina akhirnya menghapuskan larangan-larangan terhadap partai-partai politik dan memulihkan kebebasan-kebebasan politik yang mendasar. Argentina berhasil kembali kepada demokrasi dengan damai.
    Argentina memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Inggris. Pada September
1995, Argentina dan Inggris menandatangani suatu perjanjian untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Barat Daya, dan menghapuskan masalah yang potensial sulit serta membuka jalan untuk kerja sama lebih jauh antara kedua negara. Pada tahun 1998, Presiden Menem mengunjungi Inggris dalam kunjungan resmi pertama oleh seorang presiden Argentina sejak tahun 1960-an.


 

Kembali Memanas
    Pada tahun 2003 (19 tahun setelah perang Falkland), Argentina kembali mempermasalahkan keabsahan pulau Malvinas adalah milik Inggris. Argentina (walaupun telah kalah dalam perang), tetap ngotot ingin menjadikan pulau tersebut adalah milik kedaulatan negaranya. Klaim Argentina terhadap Kepulauan Malvinas yang menyebabkan perang dengan Inggris tetap merupakan prioritas kebijaksanaan yang tinggi bagi Argentina, kata Menteri Luar Negeri Argentina, Rafael Bielsa.
    Berbicara kepada Komite Dekolonisasi PBB, Bielsa mengatakan, pemerintah Inggris harus berhenti bersembunyi di belakang perang tahun 1982 itu untuk menghindari perundingan mengenai isu kedaulatan pulau tersebut. Inggris menyebut kepulauan itu sebagai Kepulauan Falklands dan berhasil mempertahankannya lewat perang tahun 1982 yang dimenangkannya. Merebut kembali kedaulatan kepulauan itu merupakan "tujuan tak bisa disisihkan bagi rakyat Argentina," kata Bielsa dalam persidangan yang khusus disediakan bagi gugusan pulau Atlantik Selatan.
    Bielsa menyampaikan kasus tersebut untuk dibahas PBB menyangkut isu-isu kedaulatan tiga pekan setelah kursi kepresidenan diisi oleh Nestor Kirchner, yang lama menjadi gubernur Provinsi Santa Cruz, Argentina selatan. Sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris, provinsi itu memiliki hubungan erat dengan Malvinas melalui perikanan dan perdagangan. Malvinas terletak sekitar 550 km lepas pantai Argentina, mulai dikuasai Inggris pada tahun 1833.
    Perang Malvinas dilancarkan pemerintahan militer Argentina, guna menghimpun kembali kekuatannya. Bielsa mengatakan, pemerintahnya tidak bisa menerima alasan Inggris yang berpegangan pada perseteruan London dengan pemerintahan militer Argentina waktu itu, untuk menghindari perundingan menyangkut isu kedaulatan Malvinas. Ketika perang, PM Margareth Thatcher dibantu secara politis oleh Presiden AS, Ronald Reagan. Komite Dekolonisasi PBB diharapkan akan menyetujui sebuah rancangan resolusi menyangkut perseteruan tersebut yang meminta dimulainya kembali perundingan-perundingan yang akan menyelesaikan persengketaan secara damai.
    Pasca perang yang dimenangi Inggris, PM Tony Blair adalah PM Inggris pertama yang mengunjungi Argentina sejak perang. Negara-negara Amerika Latin, termasuk anggota komite Bolivia, Venezuela dan Kuba, teguh di belakang tuntutan Argentina tersebut. Pekan lalu, Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengeluarkan pernyataan solidaritasnya dengan Argentina dalam hal tuntutan terhadap Malvinas. OAS menyerukan kepada Inggris dan Argentina untuk membuka kembali perundingan menyangkut persoalan itu sesegara mungkin.
    Pada tahun 2007, pemerintah Buenos Aires kembali mengklaim bahwa kepulauan di Atlantik Selatan itu bagian dari kedaulatannya. Menlu Argentina Jorge Taiana menegaskan, pemerintahnya ingin merebut kembali Malvinas yang disebutnya telah diserobot oleh Inggris. Ambisi Argentina untuk mengklaim kepemilikan Malvinas memanaskan hubungan negara Amerika Selatan itu dengan Inggris. Karena 26 tahun lalu, kedua negara mengobarkan perang selama 74 hari dengan kemenangan di pihak Inggris.
    Pada saat itu juga, Jorge Taiana menyatakan bahwa Inggris telah berikap arogan dengan mengadakan parade kemenangan militer untuk memperingati perang tersebut. "Apa yang mereka ingin lakukan bukanlah apa (PM Tony Blair) sebut satu peringatan, tapi satu parade kemenangan militer, satu sikap arogan," katanya.
    Argentina secara sepihak membatalkan perjanjian bilateral eksplorasi minyak dengan Inggris dan mengumumkan sanksi-sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksplorasi di daerah yang disengketakan itu. Tidak ada lagi yang mempersatukan rakyat Argentina seperti ysng terjadi pada perang Falkland. Pada tahun 1982, Argentina dikuasai rejim militer sayap kanan, yang menyerang kepulauan itu untuk mengalihkan perhatian dari ekonomi yang merosot dan pelanggaran hak asasi manusia.
    Dekolonialisasi Majelis Umum PBB (MU PBB) menuduh Inggris sengaja menghambat proses dialog secara terbuka untuk menentukan status Malvinas. Seperti diketahui, perang Malvinas berakhir pada 14 Juni 1982 setelah pasukan Argentina ditarik mundur namun Argentina tidak pernah secara resmi melepas kepulauan itu kepada Inggris. "Kengototan Inggris selama ini menghalangi dimulainya proses dialog yang terbuka dan jujur antara kedua negara. Argentina beberapa kali menawarkan untuk membuka negosiasi, namun Inggris menolaknya," tegas Jorge. Perselisihan mengenai Malvinas itu sudah yang ke sekian kalinya membuka 'perang' kedua negara di PBB, bahkan Presiden Argentina Nestor Kirchner pekan lalu menegaskan Kepulauan Malvinas adalah milik mereka dan harus kembali menajdi milik Argentina.
    Meski tidak menegaskan apakah upaya merebut Malvinas akan dilakukan dengan upaya terakhir (perang), Kirchner masih mengatakan pihaknya masih menempuh cara damai. "Perang itu merupakan kemenangan penjajah, karena itu Argentina masih memiliki legitimasi atas wilayah Malvinas. Saya mengatakan kepada Margareth Thatcher (PM Inggris waktu itu) bahwa Inggris memenangkan perang (1982) karena ia memiliki kekuatan besar. Namun ia tidak pernah mengalahkan Argentina dengan kekuatan akal atau keadilan," katanya. Sementara Jorge menjelaskan bahwa Argentina berkeras menyelesaikan perselisihan mengenai kepemilikan Malvinas karena klaim Inggris di sana sangat mengganggu perjanjian mengenai batas teritorial, isu keamanan perairan dan hak pencarian ikan.

    Secara bersamaan, MU PBB mendesak Argentina dan Inggris memantapkan proses dialog dan kerjasama melalui upaya negosiasi guna menemukan solusi damai secepatnya. Dalam resolusi yang disponsori Bolovia, Chile, Kuba dan Venezuela, MU PBB juga mendesak agar pembicaraan Argentina dan Inggris melibatkan semua aspek. Namun mewakili penduduk Inggris di Malvinas, atau Falklands, Richard Davies yang juga anggota Dewan Legislatif  Falklands, justru menanggapi dingin imbauan MU PBB dan tuntutan Argentina itu.
    Penduduk pulau itu menolak keras upaya negosiasi, pemimpin Argentina sengaja mengaitkan pulau itu sebagai bagian dari wilayah di abad pertengahan guna mengalihkan perhatian orang atas kegagalan di dalam negeri," kata Davies. Falklands tidak berminat menjadi bagian dari negara Argentina. Setelah 25 tahun, kami tetap meghormati pengorbanan para tentara Inggris yang membebaskan kami,".

 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gallery

 

  1. British Vessel


 


 

 


 

         Destroyer Sheffield after it was hit by the Exocet missle


 


 


 


 


 


 




 


 


 


 


 

             HMS Invicible After Falkland war victory

 


 


 

  1. Sea Harrier

Type of sea Harrier on the falkland war

Harrier Inggris Jatuh Tertembak SAM
  1. Argentina airforce

     


Mirage Argentina

Argentina super entendard With Exocet Missile

Airforce firing exocet
Perang Falklands (Falklands War)
Pendahuluan
Falklan Island

    Kepulauan Falkland adalah sebuah wilayah luar negeri Britania Raya Samudra Atlantik Selatan yang terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat, serta beberapa pulau kecil. Ibu kotanya, Stanley, terletak di Falkland Timur. Kedaulatan kepulauan ini dipertentangkan oleh Argentina yang menamakannya Islas Malvinas dalam bahasa Spanyol. Nama itu diambil dari bahasa Perancis Iles Malouines yang berasal mula ketika nelayan dari St Malo menduduki Falkland pada masa yang singkat. Kepulauan Falkland digolongkan oleh Komite Dekolonisasi PBB sebagai salah satu dari 16 Wilayah Jajahan di dunia. Kepulauan Falkland terletak 483 km dari daratan Amerika Selatan. Dia terdiri dari dua pulau utama, Falkland Timur dan Falkland Barat , dan sekitar 700 pulau-pulau kecil. Luas wilayah daratan sebesar 12.173 km² dengan panjang garis pantai ±1.288 km.


    Pada abad ke-18, Louis de Bougainville asal Perancis mendirikan pangkalan angkatan laut di Port Louis, Falkland Timur pada 1764. John Byron asal Britania, yang mengabaikan kehadiran Perancis, juga mendirikan pangkalan di Port Egmont, Falkland Barat pada 1765. Pada 1766, Perancis menjual pangkalannya ke Spanyol. Spanyol kemudian menyatakan perang terhadap Britania Raya pada 1770 untuk memperebutkan seluruh wilayah kepulauan. Perselisihan tersebut berhasil diselesaikan setahun kemudian, dengan Spanyol menguasai Falkland Timur dan Britania Raya menguasai Falkland Barat. Semasa penyerbuan Britania di Rio de la Plata, Britania mencoba untuk merebut Buenos Aires pada 1806 dan 1807, namun gagal.
    Masalah ini sebenarnya belum terselesaikan hingga abad ke-19. Untuk merebut Falkland, Argentina mendirikan koloni hukum pada 1820, dan pada 1829 melantik Luis Vernet sebagai gubernur. Britania Raya kembali merebut kepulauan itu pada 1833, namun Argentina tidak mau melepas klaimnya. Sejumlah ketegangan menyebabkan Argentina menyerbunya pada 1982. Namun Britania Raya kembali berhasil merebutnya. Tidak ada orang pribumi yang tinggal di Falkland ketika bangsa Eropa datang, walaupun ada beberapa bukti yang diperdebatkan mengenai kedatangan manusia sebelumnya. Namun, bukti otentik dan fakta nya tidak kredibel.
    Kemerdekaan yang diraih provinsi-provinsi jajahan Spanyol di Amerika Latin pada 1816, ternyata berbuntut panjang. Argentina, sebagai negara yang baru terbentuk, selanjutnya giat mengumpulkan pulau-pulau bekas jajahan Spanyol yang dianggap layak masuk ke wilayah kedaulatannya. Di antaranya adalah Las Malvinas yang juga diklaim milik Inggris. Pertikaian demi pertikaian pun meletus dan mencapai puncaknya pada April 1982 (perang Falkland/Malvinas).
Awal mula perang
    
Perang Kepulauan Falkland atau Malvinas adalah rangkaian pertempuran laut yang paling besar dan panjang sejak perang Pasifik di masa Perang Dunia II. Perang yang disebut Operasi BERSAMA oleh Inggris, berlangsung selama lima bulan, dan melibatkan operasi-operasi amfibi yang terpenting sejak pendaratan Incheon pada 1950, saluran pipa logistik sepanjang lebih dari 10.000 km, dan daerah pertempuran musim dingin yang jauhnya 5.300 km. dari pangkalan bersahabat terdekat dekat Pulau Ascension.


    Klaim Argentina atas Kep. Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai "warisan" kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, dan telah selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.
Pada 19 Maret
1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Esok harinya, kapal HMS Endurance dikirim dari Stanley dengan setengah dari pengawal Falklands di dalamnya - 22 Marinir Kerajaan dan seorang letnan. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal rongsokan itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat. Pada 26 Maret, 100 pasukan Argentina tiba lewat laut, konon untuk menyelamatkan kapal-kapal mereka. Pasukan Inggris yang kalah besar jumlahnya mengamati pasukan Argentina hingga 3 April, ketika Marinir Kerajaan di Georgia Selatan menyerah setelah jatuhnya Stanley.

Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.
Jalanya perang
Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasokan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan. Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan.



 


 

 

 

 

HMS Conqueror Salah satu kapal selam keraaan inggris dari jenis churcill class
Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.
Gugus tugas AL Kerajaan tiba di timur Falkland pada 1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas AL Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.

 

Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kapal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW ("anti-air warfare" - peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, AL Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom. Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. AL Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.
Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur.          Rudal exocet buatan prancis
Perbandingan Kekuatan
  1. Kekuatan Militer Argentina
  • Kekuatan Angkatan Darat Argentina 130.000 personil dan 90.000 wajib militer;
  • Angkatan Laut 36.000 personil (wajib militer 18.000)bersama 185 Tank
  • Angkatan Udaranya 19.500 personil dengan 10.000 wajib militer
  • 4 kapal selam, 1 kapal induk, 1 kapal penjelajah
  • 9 kapal perusak, 6 penyapu ranjau , 10 kapal patroli
  • 11 pesawat tempur serta 19 helikopter
  • 9 pembom ,dan 145 pesawat tempur
    Korban
    649 tewas
    1.068 terluka
    11.313 tertangka
  1. Kekuatan Militer Inggris
  • Angkatan darat 176.248 personil 1414 tank
  • Angkatan laut 74.687 personil dengan 32 kapal selam
  • Angkatan udara 92.701 personil dengan 132 pembom berat dan 325 pesawat tempur
  • 2 kapal induk, 14 perusak, 46 fregat, 38 penyapu ranjau, 25 kapal patroli
  • 20 pesawat tempur serta 90 helikopter
  • Jarak Inggris dan Falkland adalah 11.365 km
    Korban
    258 tewas[1]
    777 terluka
    59 tertangkap

     

     
Akhir Peperangan

Selain kurangnya kesatuan di antara bangsa Argentina, juga terdapat jarak sosial yang lebar antara perwira, perwira administratif dan para wajib militer (wamil). Para wamil berdinas satu tahun atau kurang di ketentaraan. Ketika perang meletus, "sebagian besar angkatan 1962 (tahun lahir mereka) sudah dikirim pulang, sementara angkatan 1963 belum … mendapatkan pendidikan dasar sekalipun." Lebih jauh, kebanyakan dari wamil yang tidak terlatih berasal dari provinsi-provinsi utara yang beriklim tropis dan sama sekali tidak siap untuk menghadapi "kondisi-kondisi mengerikan dan musuh yang terlatih baik serta lengkap persenjataannya."
Marinir Kerajaan secara rutin berlatih di rawa-rawa Dartmouth Moors dan telah menyelesaikan manuver-manuver tahunan di lingkungan kutub di Norwegia pada April 1982. Pasukan komandonya berlatih di dataran-dataran dingin di Salisbury dan baru saja kembali bertugas di Irlandia Utara. Salah seorang pasukan komando berkata, "Saya mulai dengan kelas yang terdiri dari 83 orang dan hanya 11 dari kami yang selesai. Kami tahu bahwa kami adalah pasukan terbaik di dunia ketika selesai dengan latihan itu." Yang lainnya mengatakan, "Saya tidak pernah dapat mengerti mengapa kami berlatih selokan dan lumpur di Salisbury sementara kami sebetulnya akan berperang di Eropa Utara. Kemudian kami dikirim ke Falkland, dan saya berkata kepada teman saya, 'Setan! Tempat ini sungguh seperti rumah sendiri.'" Tradisi adalah tali pengikat yang kuat. Seorang komando Marinir Kerajaan mengatakan kepada 45 pasukan komandonya, "Kita berbaris dari Normandia ke Berlin. Sudah pasti kita sanggup berbaris 120 km. ke Stanley." Seorang tentara berkata: "Saya pasti akan dikutuki bila saya mengecewakan teman-teman yang bertempur di Arnhem." Ini adalah kata-kata dari pasukan professional yang bangga, terlatih keras dan penuh percaya diri.
Kontrasnya sangat jelas, dan kedua belah pihak paham benar. Seorang tentara Argentina berkata: "Bila saya memiliki perwira- perwira sungguhan, yang laki-laki sungguhan, mungkin saya akan tetap bertahan. Tak mungkin! Saya orang Argentina, dan kami diciptakan bukan untuk membunuh orang lain. Kami suka makan, nonton film, minum-minum, dansa. Kami tidak seperti orang-orang Inggris. Mereka tentara-tentara professional – perang adalah bisnis mereka.

 

Kesimpulan
Perang Falkland atau Malvinas membangkitkan sejumlah pemikiran mengenai sebab-sebab konflik antar bangsa. Perang ini pun menantang sejumlah asumsi tentang konflik yang telah menjadi aksioma di antara kaum profesional dalam politik. Asumsi aksiomatik pertama yang ditantang oleh Perang Malvinas/Falkand adalah pendapat bahwa negara-negara "yang lebih lemah" biasanya tidak akan menyerang "yang lebih kuat", khususnya negara-negara nuklir. Yang kedua menantang asumsi bahwa para pemimpin melakukan perang untuk mengalihkan perhatian warganya dari masalah-masalah dalam negeri. Perang Malvinas/Falkland juga menunjukkan potensi berbahaya ketika pemimpin keliru memperkirakan kepentingan lawan, bahaya kekeliruan persepsi dari watak seorang kepala pemerintahan, dan pentingnya perspektif-perspektif budaya dan sejarah.
Siapa yang akan mengira bahwa Argentina, sebuah negara yang terisolir akan pergi berperang melawan pelanggan terbesarnya dalam ekspor hasil pertanian – Inggris? Siapa yang akan menyangka bahwa negara ini, yang dalam sejarahnya tidak pernah sungguh-sungguh berperang sejak abad ke-19, akan menantang sebuah negara yang memiliki kemampuan nuklir? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris, sebuah anggota Dewan Keamanan PBB dan NATO, akan berperang gara-gara setumpukan batu karang terasing yang dihuni oleh segelintir gembala di Samudera Atlantik Selatan? Siapa yang akan menyangka bahwa Inggris akan pergi berperang untuk mempertahankan sisa-sisa Imperiumnya 37 tahun setelah Perang Dunia II?
Masalah-masalah ekonomi yang serius, kekalahan oleh Inggris pada tahun 1982 setelah usaha yang gagal untuk merebut Kep. Falkland/Malvinas, kemuakan publik terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang parah, dan tuduhan-tuduhan yang meningkat telah bersama-sama mendiskreditkan dan memperlemah rezim militer Argentina. Hal ini mendorong transisi bertahap dan membawa negara itu kepada pemerintahan yang demokratis. Dengan tekanan publik, junta militer Argentina akhirnya menghapuskan larangan-larangan terhadap partai-partai politik dan memulihkan kebebasan-kebebasan politik yang mendasar. Argentina berhasil kembali kepada demokrasi dengan damai.
    Argentina memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Inggris. Pada September
1995, Argentina dan Inggris menandatangani suatu perjanjian untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas di Atlantik Barat Daya, dan menghapuskan masalah yang potensial sulit serta membuka jalan untuk kerja sama lebih jauh antara kedua negara. Pada tahun 1998, Presiden Menem mengunjungi Inggris dalam kunjungan resmi pertama oleh seorang presiden Argentina sejak tahun 1960-an.


 

Kembali Memanas
    Pada tahun 2003 (19 tahun setelah perang Falkland), Argentina kembali mempermasalahkan keabsahan pulau Malvinas adalah milik Inggris. Argentina (walaupun telah kalah dalam perang), tetap ngotot ingin menjadikan pulau tersebut adalah milik kedaulatan negaranya. Klaim Argentina terhadap Kepulauan Malvinas yang menyebabkan perang dengan Inggris tetap merupakan prioritas kebijaksanaan yang tinggi bagi Argentina, kata Menteri Luar Negeri Argentina, Rafael Bielsa.
    Berbicara kepada Komite Dekolonisasi PBB, Bielsa mengatakan, pemerintah Inggris harus berhenti bersembunyi di belakang perang tahun 1982 itu untuk menghindari perundingan mengenai isu kedaulatan pulau tersebut. Inggris menyebut kepulauan itu sebagai Kepulauan Falklands dan berhasil mempertahankannya lewat perang tahun 1982 yang dimenangkannya. Merebut kembali kedaulatan kepulauan itu merupakan "tujuan tak bisa disisihkan bagi rakyat Argentina," kata Bielsa dalam persidangan yang khusus disediakan bagi gugusan pulau Atlantik Selatan.
    Bielsa menyampaikan kasus tersebut untuk dibahas PBB menyangkut isu-isu kedaulatan tiga pekan setelah kursi kepresidenan diisi oleh Nestor Kirchner, yang lama menjadi gubernur Provinsi Santa Cruz, Argentina selatan. Sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris, provinsi itu memiliki hubungan erat dengan Malvinas melalui perikanan dan perdagangan. Malvinas terletak sekitar 550 km lepas pantai Argentina, mulai dikuasai Inggris pada tahun 1833.
    Perang Malvinas dilancarkan pemerintahan militer Argentina, guna menghimpun kembali kekuatannya. Bielsa mengatakan, pemerintahnya tidak bisa menerima alasan Inggris yang berpegangan pada perseteruan London dengan pemerintahan militer Argentina waktu itu, untuk menghindari perundingan menyangkut isu kedaulatan Malvinas. Ketika perang, PM Margareth Thatcher dibantu secara politis oleh Presiden AS, Ronald Reagan. Komite Dekolonisasi PBB diharapkan akan menyetujui sebuah rancangan resolusi menyangkut perseteruan tersebut yang meminta dimulainya kembali perundingan-perundingan yang akan menyelesaikan persengketaan secara damai.
    Pasca perang yang dimenangi Inggris, PM Tony Blair adalah PM Inggris pertama yang mengunjungi Argentina sejak perang. Negara-negara Amerika Latin, termasuk anggota komite Bolivia, Venezuela dan Kuba, teguh di belakang tuntutan Argentina tersebut. Pekan lalu, Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengeluarkan pernyataan solidaritasnya dengan Argentina dalam hal tuntutan terhadap Malvinas. OAS menyerukan kepada Inggris dan Argentina untuk membuka kembali perundingan menyangkut persoalan itu sesegara mungkin.
    Pada tahun 2007, pemerintah Buenos Aires kembali mengklaim bahwa kepulauan di Atlantik Selatan itu bagian dari kedaulatannya. Menlu Argentina Jorge Taiana menegaskan, pemerintahnya ingin merebut kembali Malvinas yang disebutnya telah diserobot oleh Inggris. Ambisi Argentina untuk mengklaim kepemilikan Malvinas memanaskan hubungan negara Amerika Selatan itu dengan Inggris. Karena 26 tahun lalu, kedua negara mengobarkan perang selama 74 hari dengan kemenangan di pihak Inggris.
    Pada saat itu juga, Jorge Taiana menyatakan bahwa Inggris telah berikap arogan dengan mengadakan parade kemenangan militer untuk memperingati perang tersebut. "Apa yang mereka ingin lakukan bukanlah apa (PM Tony Blair) sebut satu peringatan, tapi satu parade kemenangan militer, satu sikap arogan," katanya.
    Argentina secara sepihak membatalkan perjanjian bilateral eksplorasi minyak dengan Inggris dan mengumumkan sanksi-sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksplorasi di daerah yang disengketakan itu. Tidak ada lagi yang mempersatukan rakyat Argentina seperti ysng terjadi pada perang Falkland. Pada tahun 1982, Argentina dikuasai rejim militer sayap kanan, yang menyerang kepulauan itu untuk mengalihkan perhatian dari ekonomi yang merosot dan pelanggaran hak asasi manusia.
    Dekolonialisasi Majelis Umum PBB (MU PBB) menuduh Inggris sengaja menghambat proses dialog secara terbuka untuk menentukan status Malvinas. Seperti diketahui, perang Malvinas berakhir pada 14 Juni 1982 setelah pasukan Argentina ditarik mundur namun Argentina tidak pernah secara resmi melepas kepulauan itu kepada Inggris. "Kengototan Inggris selama ini menghalangi dimulainya proses dialog yang terbuka dan jujur antara kedua negara. Argentina beberapa kali menawarkan untuk membuka negosiasi, namun Inggris menolaknya," tegas Jorge. Perselisihan mengenai Malvinas itu sudah yang ke sekian kalinya membuka 'perang' kedua negara di PBB, bahkan Presiden Argentina Nestor Kirchner pekan lalu menegaskan Kepulauan Malvinas adalah milik mereka dan harus kembali menajdi milik Argentina.
    Meski tidak menegaskan apakah upaya merebut Malvinas akan dilakukan dengan upaya terakhir (perang), Kirchner masih mengatakan pihaknya masih menempuh cara damai. "Perang itu merupakan kemenangan penjajah, karena itu Argentina masih memiliki legitimasi atas wilayah Malvinas. Saya mengatakan kepada Margareth Thatcher (PM Inggris waktu itu) bahwa Inggris memenangkan perang (1982) karena ia memiliki kekuatan besar. Namun ia tidak pernah mengalahkan Argentina dengan kekuatan akal atau keadilan," katanya. Sementara Jorge menjelaskan bahwa Argentina berkeras menyelesaikan perselisihan mengenai kepemilikan Malvinas karena klaim Inggris di sana sangat mengganggu perjanjian mengenai batas teritorial, isu keamanan perairan dan hak pencarian ikan.

    Secara bersamaan, MU PBB mendesak Argentina dan Inggris memantapkan proses dialog dan kerjasama melalui upaya negosiasi guna menemukan solusi damai secepatnya. Dalam resolusi yang disponsori Bolovia, Chile, Kuba dan Venezuela, MU PBB juga mendesak agar pembicaraan Argentina dan Inggris melibatkan semua aspek. Namun mewakili penduduk Inggris di Malvinas, atau Falklands, Richard Davies yang juga anggota Dewan Legislatif  Falklands, justru menanggapi dingin imbauan MU PBB dan tuntutan Argentina itu.
    Penduduk pulau itu menolak keras upaya negosiasi, pemimpin Argentina sengaja mengaitkan pulau itu sebagai bagian dari wilayah di abad pertengahan guna mengalihkan perhatian orang atas kegagalan di dalam negeri," kata Davies. Falklands tidak berminat menjadi bagian dari negara Argentina. Setelah 25 tahun, kami tetap meghormati pengorbanan para tentara Inggris yang membebaskan kami,".

 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gallery

 

  1. British Vessel


 


 

 


 

         Destroyer Sheffield after it was hit by the Exocet missle


 


 


 


 


 


 




 


 


 


 


 

             HMS Invicible After Falkland war victory

 


 


 

  1. Sea Harrier

Type of sea Harrier on the falkland war

Harrier Inggris Jatuh Tertembak SAM
  1. Argentina airforce

     


Mirage Argentina

Argentina super entendard With Exocet Missile

Airforce firing exocet

Argentina Mirage crash

 

 
  1. Argentina Vessel

     



ARA General Belgrano After Being Hit by two torpedos

Argentina Mirage crash

 

 
  1. Argentina Vessel

     



ARA General Belgrano After Being Hit by two torpedos

Argentina super entendard With Exocet Missile

Airforce firing exocet

Argentina Mirage crash

 

 
  1. Argentina Vessel

     



ARA General Belgrano After Being Hit by two torpedos

You Might Also Like

0 comments